BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Produktivitas adalah suatu pendekatan
interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana,
aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber
secara efisien, dam tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas
mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan
keterampilan, barang modal teknologi, manajemen, informasi, energi, dan
sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar hidup
untuk seluruh masyarakat, melalui konsep produktivitas semesta total.
Produktivitas mempunyai pengertiannya lebih luas
dari ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik manajemen, yaitu sebagai suatu
philosopi dan sikap mental yang timbul dari motivasi yang kuat dari masyarakat,
yang secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas kehidupan.
B.Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan produktivitas?
2.
Bagaimanakah
Kerja Dan Produktivitas Menurut Al-Qur’an Dan Hadits ?
3.
Seperti apakah etos kerja yang islami ?
C.Tujuan Penulisan
1. Memahami konsep
produktivitas secara keseluruhan
2. Mengetahui Kerja Dan Produktivitas Menurut Al-Qur’an Dan Hadits
3. Mengetahui etos kerja
yang Islami
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Produktivitas
Dalam bahasa Arab arti produksi adalah al-intaj dari akar
kata Nataja,yang berarti mewujudkan atau mengadakan sesuatu , atau
pelayanan jasa yang jelas dengan menurut adanya bantuan penggabungan
unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu terbatas.[1]
Produksi adalah menciptakan manfaat atas sesuatu benda.Secara
termenologi, kata produksii berarti menciptakan dan menambah kegunaan (nilai
guna ).Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau
lebih dari semula.Secara umum produksi adalah penciptaan guna (utility) yang
bererti kemampuan suatu barang atau jasa untuk memuaskan keutuhan manusiawi
tertentu.[2]
Dalam bahasa Inggris, produktivitas adalah productivity yang
berasal dari kata produce yang berarti menghasilkan dan activity atau
kegiatan. Jadi produktivitas berarti kegiatan untuk menghasilkan sesuatu
( barang atau jasa).Produktivitas berbeda dengan pengertian produk yang
hanya sebagai ouput atau hasil. Produktivitas harus memiliki muatan lebih dari
standar lebih dari tenaga, fikiran dan modal yang dikeluarkan, artinya
seseorang yang memiliki produktivitas tinggi adalah seseorang yang memiliki
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu dengan lebih.Orang yang
produktivitasnya tinggi adalah orang yang mencapai banyak hasil dalam hidupnya.[3]
Sedangkan Produktivitas dalam Kamus Ilmiah Popular Indonesia adalah
kemampuan menghasilkan ; daya hasil ; kehasilan. [4]
B. Kerja Dan Produktivitas Menurut Al-Qur’an Dan Hadits
a. Konsep produksi menurut al-qur’an dan hadits[5]
1.
Tugas
manusia dimua bumi sebagai khalifah allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu
amalnya
2.
Islam
selalu mendorong kemajuna dibidang produksi
3.
Teknik
produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.Rasululloah SAW.
Bersabda, “ Kalian lebih mengetahuai urusan dunia kalian “. (HR.Muslim)
4.
Islam
menyukai kemudahan,menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat.
b. Ayat tentang Produksi
1.
Al-Qur’an
surat Al-Qashas ayat 77
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ
الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
الْمُفْسِدِينَ
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.”
2.
Ali
Imron ayat 14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ
مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga)” .
c. Hadits Tentang
Produksi
1.
Utsman
bin abul ash berkata kepada umar ra, wahai amirul mu’minin, sesungguhnya di
daerah kami terdapat lahan tanah yang tidak dimiliki seseorang, maka
putuskanlah dia padaku untuk aku kelola, sehingga dia mendatangkan manffaat
bagi keluargaku dan juaga bagi kamum muslimin “. Maka umarpun menetapka lahan
tersebut untuknya. (Ibnu Zanjawaih,kitab Al-Amwal, 2 : 626)[6]
2.
Diriwayatkan
dari abu mas’ud al-anshori ra, dia berkata , “ rasululloh melarang untuk
memakan hasil penjualan anjing, mahar orang yang berzina dan hadiah dari tukang
sihir.” (HR.Al-Bukhori)[7]
Adapun ayat al-qur’an yang menjelaskan tentang produktivitas sangat
banyak. Salah satunya, Allah berfirman:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ
وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“ Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaan itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata
lalu diberitakannya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah
105).
Dengan kata lain Islam sangat membenci pada orang yang malas dan
bergantung pada orang lain.
Hal ini juga sebagaimana di gambarkan dalam hadits nabi seperti
yang diperlihatkan Umar bin Khattab ketika mendapati seorang sahabat yang
selalu berdo’a, tidak mau bekerja. “ Janganlah seorang dari kamu duduk
dan malas mencari rizki kemudian ia mengetahui langit tidak akan menghujankan
emas dan perak. Rasululllah SAW pun senantiasa berdo’a kepada Allah agar
dijauhi sifat malas, sifat lemah dan berlindung dari Allah penakut dan sangat
tua dan saya berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan dari ujian hidup dan
mati “ (HR. Abu Daud).
Dan juga di gambarkan dalam hadits di bawah ini :
عَنْ رِفَعَةٍ بْن رَافِعٍ اَنَّ
النَّبِىَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ اَىُّ اْلكَسَبِ اَطْيَبُ ؟
قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيِّعٍ مَبْرُوْرٌ ( رَوَاهُ اْلبَزَار
وَصَحَحَهُ الحَكِيْم )
“Dari Rifa’ah bin Rafi’ berkata bahwa Nabi Muhammad SAW ditanya
tentang usaha yang bagaimana dipandang baik?. Nabi menjawab: Pekerjaan
seseorang dengan tangannya dan setiap perdagangan yang bersih dari penipuan dan
hal-hal yang diharamkan.” (HR. Al-Bazzar dan ditashihkan Hakim)[8]
Secara
normatif (ajaran) di atas, seharusnya kaum muslim khususnya di Indonesia
memiliki etos kerja tinggi. Mengapa? Karena Islam mengajarkan agar umatnya
harus mengawali kerja dengan niat yang utamanya untuk ibadah pada Allah. Selain
itu tidak melakukan pekerjaan yang haram seperti korupsi dan merampok. Kemudian
tidak merugikan orang lain, saling meridhai, tak ada unsur penipuan, tidak
merusak lingkungan, dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat atau berdasarkan
rahmatan lil alamin. Kalau demikian maka seharusnya produktifitas kerjanya
tinggi. Namun dalam prakteknya belum semua umat menerapkan ajakan dan
peringatan Allah tentang kerja.
Insititute
for Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book (2007),
memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia
yang sebagian besar umat Islam berada pada posisi 59 dari 60 negara yang
disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46.
Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti
Singapura (peringkat 1), Thailand (27), Malaysia (28), Korea (29), Cina (31),
India (39), dan Filipina (49). Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan
kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005
berada pada urutan buncit yakni ke 60, Business Efficiency (59), dan Government
Efficiency (55). Lagi-lagi diduga kuat bahwa semuanya itu karena mutu
sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin karena
faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan tidak merata. Dalam tataran agama
bisa jadi karena belum mampunya menerjemahkan perintah agama tentang kerja
dalam dunia nyata. Dengan kata lain ajaran agama tampaknya baru sampai pada
tingkat penguasaan pengetahuan saja; belum sampai terbentuknya kesadaran dan
sekaligus sikap etos kerja tinggi.
Ketika dalam suasana Nuzulul
Qur’an yakni peristiwa
penting penurunan wahyu Allah pertama kepada nabi dan rasul terakhir agama
Islam yakni Nabi Muhammad SAW maka telaahan produktifitas kerja semakin
penting. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surat Al
Alaq ayat 1-5: (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan; (2)
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah;.(3) Bacalah, dan Tuhanmulah
Yang Maha Pemurah; (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam; (5) Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Inti dari ayat itu umat
seharusnya terpanggil untuk terus menerus meningkatkan mutu sumberdaya (SDM)
manusianya melalui proses pembelajaran bersinambung.
Dengan mutu SDM yang tinggi, umat sangat dianjurkan untuk melakukan penelitian
segala rahasia alam semesta ini. Tentunya untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi kemakmuran dan kesejahteraan umat dengan kerja keras, cerdas, dan ikhlas.
Disinilah pentingnya proses pendidikan dimulai dari tingkat keluarga. Disitu
ditanamkan pemahaman yang menyangkut akidah dan syariah Islam khususnya yang
menyangkut tentang kerja sebagai ibadah. Tentunya sekaligus diwujudkan dalam
praktek keseharian dengan tuntunan dari orangtuanya.
C. Etos Kerja Islami
a.
Memelihara Etos Kerja [9]
Selain
memiliki kecakapan ( kafa’ah ) dan sifat amanah, seseorang dikatakan professional
jika dia selalu bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja. Dia juga
memiliki etos kerja ( Himmatul ’Amal ) yang tinggi. Islam mendorong
setiap muslim untuk selalu berkerja keras serta bersungguh-sunggu mencurahkan
tenaga dan kemampuannya dalam bekerja.
Dorongan
utama seorang muslim dalam bekerja adalah bahwa aktivitas kerjanya itu dalam
pandangan islam merupakan bagian dari ibadah, karena bekerja
merupakan pelaksanaan salah satu kewajban, sebagai mana telah disinggung pada
pembahasan di awal, dan hasil usaha yang diperoleh seorang muslim dari kerja
kerasnya dinilai sebagai penghasilan yang mulia.
“Tidaklah
seorang di antara kamu maka suatu makanan lebih baik daripada makanan dari
hasil keringatnya sendiri.” ( HR Baihaqi )
Bukan
hanya pujian, islam juga menjelaskan bahwa bekerja dengan sungguh-sungguh
–menurut sejumlah hadits—bahkan dapat menghapus dosa yang tidak bias dihapus
oleh aktivitas ibadah ritual sekalipun.
“
Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua
tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni.”
( HR Ahmad )
“
Sesungguhnya di antara perbuatan dosa ada dosa yang tidak bias terhapus (
ditebus ) oleh ( pahala ) shaum dan shalat.” Ditanyakan pada beliau,”Apakah
yang bias menghapusnya, ya Rasulullah ?”jawab Rasul saw.,”Kesusahan ( bekerja )
dalam mencari nafkah penghidupan.” ( HR Abu Nu’aim )
“
sesungguhnya, diantara perbuatan dosa ada dosa yang tidak bias terhapus (
ditebus ) oleh ( pahala ) shalat, sedekah ( zakat ), ataupun haji, namun hanya
dapat ditebus dengan kesusahan dalam mencara nnafkah penghidupan,”
(
HR Thabrani )
Karena
itulah, Allah SWT dan Rasulullah saw. Sangat menyukai setiap muslim yang rajin
bekerja keras atau mempunyai etos kerja yang tinggi dan mendoakan keberkahan
untuknya.
“
Sesungguhnya, Allah ta’ala senang melihat hamba-Nya bersusah payah ( kelelahan
) dalam mencari rezeki yang halal.” ( HR ad-Dailami )
“
Ya Allah! Berikanlah keberkahan kepada umatku, pada usaha yang dilakkannya di
pagi hari.” ( HR Tirmidzi )
Sangking cintanya
Rasulullah saw. Bahkan pernah “mencium” Tangan Sa’ad bin Mu’adz r.a. tatkala
beliau melihat tangan kasarnya bekas kerja keras, seraya berkata,
“ ( Ini adalah ) dua
tangan yang di cintai Allah Ta’ala.”
Selain
dorongan ibadah, seorang muslim juga dapat bekerja keras karena adanya
keinginan untuk memperoleh imbalan atau penghargaan ( reward ) materiil
dan nonmateriil seperti gaji atau penghasilan, karier dan kedudukan yang lebih
baik serta pujian, dan sebagainya. Diperbolehkan juga seorang muslim bekerja keras
karena dia khawatir terhadap hukuman (punishment) yang akan diterima,
baik hukuman tersebut berupa penghasilan yang berkurang, karier yang mandek,
maupun jabatan yang rendah. Semuanya ini boleh dilaksanakan selama sesuai
dengan ketentuan syariat islam dan motivasi utama dia bekerja keras adalah
karena melaksanakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dari
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa seorang muslim dalam menjalankan
setiap pekerjaan haruslah bersungguh-sungguh dan penuh semangat.
Dengan kata lain, harus dengan etos kerja yang tinggi. Seorang muslim adalah
seorang pekerja lebih ( smart-worker ), mempunyai disiplin yang tinggi,
produktif, dan inovatif.
b. Membangun
Etos Kerja Dalam Pendekatan Reward And Punishment [10]
QIMAH
|
REWARD
|
PUNISHMENT
|
|
Madiah
|
Gaji/penghasilan
besar
|
Denda,
skorsing PHK, Hukuman
|
|
Insaniyah
|
Pujian,
Nama/reputasi baik
|
Celaan,
Nama/reputasi buruk
|
|
Khuluqiyah
|
Rasa
hormat Simpati
|
Antipasti
|
|
Ruhiyah
|
Pahala
|
Dosa
|
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Produktivitas berarti kegiatan untuk menhasilkan sesuatu ( barang
atau jasa).Produktivitas berbeda dengan pengertian produk yang hanya sebagai
ouput atau hasil. Produktivitas harus memiliki muatan lebih dari standar lebih
dari tenaga, fikiran dan modal yang dikeluarkan, artinya seseorang yang
memiliki produktivitas tinggi adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan sesuatu dengan lebih.
Orang yang produktivitasnya tinggi adalah orang yang mencapai
banyak hasil dalam hidupnya.
Adapun ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kerja sangat banyak
sekali. Salah satunya, Allah berfirman: “dan katakanlah: Bekerjalah kamu,
maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaan itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib
dan yang nyata lalu diberitakannya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
(QS. At-Taubah 105).
Sedangkan hadits yang menggambarkan tentang kerja dan produktivitas
sebagaimna diperlihatkan Umar bin
Khattab ketika mendapati seorang sahabat yang selalu berdo’a, tidak mau
bekerja. “ Janganlah seorang dari kamu duduk dan malas mencari rizki
kemudian ia mengetahui langit tidak akan menghujankan emas dan perak.
Rasululllah SAW pun senantiasa berdo’a kepada Allah agar dijauhi sifat malas,
sifat lemah dan berlindung dari Allah penakut dan sangat tua dan saya
berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan dari ujian hidup dan mati “ (HR.
Abu Daud).
B.
SARAN
Dengan adanya pengetahuan kita
tentang keja,produktivitas dan kerja versi Al-Qur’an dan hadits ini di harapkan
bagaimana kiranya kita bias dan mampu menjadi insan yang benar-benar produktif
sesuai dengan tuntunan syari’at kita. Dan dari kami kalau ada kesalahananya
mohon di perbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr. H. Idri, M.Ag, Hadis Ekonomi,( Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2015
M.), hlm.61
Prof.
Dr. H. Engoswara, M.Ed. Administrasi Pendidikan, ( Bandung :
Afabeta,2010.), hlm.38
Pius
Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer,(Surabaya : Arkola,
), hlm.634
Muhammad
Hidayat,MBA. The Sharia Economic, (Jakarta : Zikrul Hakim, 2010), hlm.221-226
Muhammad Ismail Yusanto, Menggagas Bisnis Islami, ( Jakarta
: Gema Insani,2002 ), hlm.113-117
[1] Prof.
Dr. H. Idri, M.Ag, Hadis Ekonomi,( Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2015
M.), hlm.61
[2] Ibid.61
[3]
Prof. Dr. H. Engoswara, M.Ed. Administrasi Pendidikan, ( Bandung :
Afabeta,2010.), hlm.38
[4]
Pius Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer,(Surabaya : Arkola,
), hlm.634
[5]
Muhammad Hidayat,MBA. The Sharia Economic, (Jakarta : Zikrul Hakim, 2010),
hlm.221
[6]
Muhammad Hidayat,MBA. The Sharia Economic, (Jakarta : Zikrul Hakim,
2010), hlm.225
[7]
Muhammad Hidayat,MBA. The Sharia Economic, (Jakarta : Zikrul Hakim,
2010), hlm.226
[9] Muhammad
Ismail Yusanto, Menggagas Bisnis Islami, ( Jakarta : Gema Insani,2002 ),
hlm.114
No comments:
Post a Comment